Semuanya Indah
Bu
Sally segera bangun ketika melihat dokter bedah keluar dari kamar
operasi. Dia bertanya dengan penuh harapan: Bagaimana anakku? Apakah dia
dapat disembuhkan? Kapan saya boleh menemuinya? Dokter bedah menjawab,
"Saya sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sayangnya anak ibu tidak
tertolong".
Bu Sally bertanya dengan hati remuk, "Mengapa anakku yang tidak berdosa bisa terkena kanker? Apa Tuhan sudah tidak peduli lagi? Dimana Engkau Tuhan ketika anak laki-lakiku membutuhkan-Mu?
Dokter bedah bertanya, "Apa ibu ingin bersama dengan anak ibu untuk
beberapa waktu? Perawat akan keluar untuk beberapa menit sebelum
jenazahnya dibawa ke Universitas?". Bu Sally ingin agar perawat tinggal
bersamanya saat dia akan mengucapkan selamat jalan kepada anak
lelakinya. Dengan penuh kasih, dia mengusap rambut anaknya yang hitam
itu.
"Apa ibu ingin menyimpan sedikit rambutnya sebagai kenangan?" perawat
itu bertanya. Bu Sally mengangguk. Perawat memotong sedikit rambut dan
menaruhnya di dalam kantung plastik untuk disimpan.
Ibu Sally berkata, "Andi anakku ingin mendonorkan tubuhnya untuk
diteliti di Universitas. Dia mengatakan, mungkin dengan cara ini dia
dapat menolong orang lain yang memerlukannya. Awalnya saya tidak
memperbolehkannya, tetapi Andi menjawab: Ma, saya kan tidak membutuhkan
tubuh ini setelah mati nanti. Mungkin tubuhku dapat membantu anak lain
untuk bisa hidup lebih lama dengan ibunya."
Bu Sally terus bercerita, "Anakku itu memiliki hati emas. Andi selalu
memikirkan orang lain. Selalu ingin membantu orang lain selama dia bisa
melakukannya."
Bu Sally meninggalkan Rumah Sakit setelah menghabiskan waktunya selama
enam bulan di sana untuk merawat Andi. Dia membawa kantung yang berisi
barang-barang anaknya. Perjalanan pulang sungguh sulit baginya. Lebih
sulit lagi ketika dia memasuki rumah yang terasa kosong. Barang-barang
Andi ditaruhnya bersama kantung plastik yang berisi segenggam rambut itu
di dalam kamar anak lelakinya. Dia meletakkan mainan dan barang-barang
milik pribadi Andi, anaknya, ditempat Andi biasa menyimpan barang-barang
itu. Kemudian dibaringkan dirinya di tempat tidur. Dengan membenamkan
wajahnya pada bantal, dia menangis hingga tertidur.
Disekitar tengah malam, Bu Sally terjaga. Di samping bantalnya terdapat surat yang terlipat. Surat itu berbunyi :
Mama tercinta,
Saya tahu mama akan kehilangan saya; tetapi saya akan selalu mengingatmu ma dan tidak akan berhenti mencintaimu walaupun saya sudah tidak bisa mengatakan Aku sayang mama.
Saya selalu mencintaimu bahkan semakin hari akan semakin sayang padamu ma. Sampai suatu saat kita akan bertemu lagi. Sebelum saat itu tiba, jika mama mau mengadopsi anak lelaki agar tidak kesepian, bagiku tidak apa-apa ma.
Saya tahu mama akan kehilangan saya; tetapi saya akan selalu mengingatmu ma dan tidak akan berhenti mencintaimu walaupun saya sudah tidak bisa mengatakan Aku sayang mama.
Saya selalu mencintaimu bahkan semakin hari akan semakin sayang padamu ma. Sampai suatu saat kita akan bertemu lagi. Sebelum saat itu tiba, jika mama mau mengadopsi anak lelaki agar tidak kesepian, bagiku tidak apa-apa ma.
Dia
boleh tidur di kamarku dan bermain dengan mainanku. Tetapi jika mama
memungut anak perempuan, mungkin dia tidak melakukan hal-hal yang
dilakukan oleh kami, anak lelaki.
Mama
harus membelikannya boneka dan barang-barang yang diperlukan oleh anak
perempuan. Jangan sedih karena memikirkan aku ma. Tempat aku berada
sekarang begitu indah. Kakek dan nenek sudah menemuiku begitu aku sampai
di sana dan mereka menunjukkan tempat-tempat yang indah. Tapi perlu
waktu lama untuk melihat segalanya di sana.
Malaikat
itu sangat pendiam dan tampak dingin. Tapi saya senang melihatnya
terbang. Dan apa mama tahu apa yang kulihat? Yesus tidak terlihat
seperti gambar-gambar yang dilukis manusia. Tapi, ketika aku
melihat-Nya, aku yakin Dia adalah Yesus. Yesus sendiri mengajakku
menemui Allah Bapa! Tebak ma apa yang terjadi? Aku boleh duduk di
pangkuan Bapa dan berbicara dengan-Nya seolah-olah aku ini orang yang
sangat penting.
Aku menceritakan kepada Bapa bahwa aku ingin menulis surat kepada mama
untuk mengucapkan selamat tinggal dan kata-kataku yang lain. Namun aku
sadar bahwa hal ini pasti tidak diperbolehkan-Nya. Tapi mama tahu, Allah
sendiri memberikan sehelai kertas dan pensil-Nya untuk menulis surat
ini kepada mama.
Saya pikir malaikat Gabriel akan mengirimkan surat ini kepadamu ma.
Allah mengatakan akan menjawab pertanyaan mama ketika mama bertanya Di
mana Allah pada saat aku membutuhkan-Nya? Allah mengatakan Dia berada
bersama diriku seperti halnya ketika putera-Nya Yesus disalib.
Dia
ada di sana ma, dan dia selalu berada bersama semua anak.
Ngomong-ngomong, tidak ada orang yang dapat membaca apa yang aku tulis
selain mama sendiri. Bagi orang lain, surat ini hanya merupakan sehelai
kertas kosong. Luar biasa kan ma? Sekarang saya harus mengembalikan
pensil Bapa yang aku pinjam.
Bapa
memerlukan pensil ini untuk menuliskan nama-nama dalam Buku Kehidupan.
Malam ini aku akan makan bersama dengan Yesus dalam perjamuan-Nya. Aku
yakin makanannya akan lezat sekali.
Oh, aku hampir lupa memberitahukanmu ma. Aku sudah tidak kesakitan
lagi. Penyakit kanker itu sudah hilang. Aku senang karena aku tidak
tahan merasakan sakit itu dan Bapa juga tidak tahan melihat aku
kesakitan.
Itulah sebabnya mengapa Dia mengirim Malaikat Pembebas untuk
menjemputku. Malaikat itu mengatakan bahwa diriku merupakan kiriman
istimewa! Bagaimana ma?
Salam kasih dari Allah Bapa, Yesus dan aku.