Postingan Populer

Senin, 17 September 2012

Cerita Inspirasi Kristen

 Refleksi Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu . Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih . "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu."Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya"

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang.... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.



Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang . "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal . Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.



Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.



Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel.. "Aku sedih ," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang.. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku

sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.



Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu..

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat ," kata pohon apel. "Sekarang , aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.

"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu.

Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.

"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah

sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar

pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari,

marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua kita .

Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.

Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

 

 

Kisah Bergambar


Al kisah, pada waktu yang lampau ada sebuah pohon.


Pohon itu sangat mencintai seorang kanak-kanak lelaki, dan begitu pula sebaliknya, anak laki-laki itu mencintai pohon itu. Hampir tiap hari, anak lelaki itu menghampiri pohon itu, memeluknya, dan bermain-main di sekitarnya.
Jika anak itu kelelahan, ia berteduh di bawah pohon yang rindang itu dan akhirnya tertidur lelap.

Ketika pohon itu berbuah apel, alangkah gembiranya anak itu.


Sang anak memanjat pohon, memetik buahnya lalu memakan sepuas-puasnya, kemudian berayun-ayun di dahan pohon.

Waktu kemudian berlalu. Sang anak tumbuh menjadi lebih besar.

Suatu ketika anak itu menghampiri sang pohon, kemudian sang pohon berkata: ”Mari bermainlah denganku !”

“Aku bukan anak kecil lagi, aku tidak bermain dengan pohon, aku menginginkan barang-barang mainan, aku perlu uang untuk membelinya.

“Maaf, aku tak memiliki uang, namun engkau bisa memetik seluruh buahku lalu kau jual, sehingga kau nanti mempunyai uang,” kata pohon apel. Anak laki-laki itu sangat gembira lalu memetik seluruh buah apel dan membawanya pergi dengan bahagia. Pohon apel ikut berbahagia.

Anak laki-laki itu tidak pernah lagi mampir ke pohon apel, semenjak ia memetik buahnya. Pohon apel merasa sedih.

Pada suatu hari, anak laki-laki itu yang telah menjadi dewasa, kembali muncul menghampiri pohon apel. Pohon apel sangat bergembira dan berkata : “Mari bermainlah denganku !”

“Aku tak punya waktu untuk bermain ! Aku harus bekerja untuk menghidupi keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat berteduh, dapat engkau menolong kami ?” pinta lelaki itu.

“Maaf, aku tak punya rumah satupun. Tetapi engkau bisa menebang batang pohonku untuk membangun rumah,” saran pohon apel.

Kemudian laki-laki itu menebang seluruh dahan pohon apel dan mambawanya pergi dengan sukacita.

Pohon apel merasa bahagia melihat laki-laki itu, namun laki-laki itu tak pernah mengunjunginya lagi sejak itu.

Pada suatu musim yang amat panas, laki-laki itu kembali lagi. Pohon apel sangat gembira atas kedatangannya dan berkata :”Mari bermainlah bersamaku!”

“Aku telah beranjak tua. Aku ingin berlayar untuk bersantai. Dapatkah engkau memberiku perahu ?” kata laki-laki itu.

“Pakailah batang pohonku untuk membuat perahu. Engkau bisa berlayar jauh dan engkau akan berbahagia nantinya,” kata pohon apel.

Kemudian laki-laki itu memotong batang pohon apel untuk membuat perahu. Ia berlayar dengan perahu hasil batang pohon apel itu dan untuk waktu yang lama, ia tak nampak muncul lagi.

Pohon apel ikut merasa bahagia.

Akhirnya laki-laki itu kembali lagi setelah bertahun-tahun lamanya. “Maaf anakku, aku tak memiliki apa-apa lagi untuk bisa kuberikan kepadamu. Tak ada buah apel lagi untukmu….. ,” kata pohon apel. “Tidak masalah, aku sudah tak mempunyai gigi untuk menggigit….,” jawab lelaki itu yang telah menjadi tua.

“Engkau sudah tak memiliki batang untuk bisa dipanjat. Akupun telah terlalu tua untuk bisa memanjat,” kata laki-laki tua itu.

“Aku sungguh tak memiliki apapun untuk dapat kuberikan padamu….. sesuatu yang masih tersisa kini hanyalah batang akarku yang telah mati ini….,” kata pohon apel itu seraya menangis.
-
“Aku kini tak banyak kebutuhan, yang kuperlukan sekarang adalah tempat untuk beristirahat. Aku merasa lelah setelah menjalani hidup bertahun-tahun…” jawab lelaki tua itu.

“Baiklah. Akarku yang sudah mati ini adalah tempat yang nyaman untuk beristirahat. Mari duduklah bersamaku dan beristirahatlah,” kata pohon apel.


Anak lelaki yang kini sudah menjadi tua bangka itu kemudian duduk di atas akar pohon apel yang telah mati. Pohon apel merasa bahagia, tersenyum sambil menitikkan air mata ...
Setiap orang memiliki “pohon apel” di dalam kehidupannya. Dan pohon apel itu adalah : ORANG TUA kita !! Orang tua yang rela berkorban demi kebahagiaan anaknya