Postingan Populer

Senin, 17 September 2012

Cerita Inspirasi Kristen ( Kisah Bergambar )

Kisah Bergambar


Refleksi Pohon Apel Dan Anak Kecil

 

 


Al kisah, pada waktu yang lampau ada sebuah pohon.


Pohon itu sangat mencintai seorang kanak-kanak lelaki, dan begitu pula sebaliknya, anak laki-laki itu mencintai pohon itu. Hampir tiap hari, anak lelaki itu menghampiri pohon itu, memeluknya, dan bermain-main di sekitarnya.
Jika anak itu kelelahan, ia berteduh di bawah pohon yang rindang itu dan akhirnya tertidur lelap.

Ketika pohon itu berbuah apel, alangkah gembiranya anak itu.


Sang anak memanjat pohon, memetik buahnya lalu memakan sepuas-puasnya, kemudian berayun-ayun di dahan pohon.

Waktu kemudian berlalu. Sang anak tumbuh menjadi lebih besar.

Suatu ketika anak itu menghampiri sang pohon, kemudian sang pohon berkata: ”Mari bermainlah denganku !”

“Aku bukan anak kecil lagi, aku tidak bermain dengan pohon, aku menginginkan barang-barang mainan, aku perlu uang untuk membelinya.

“Maaf, aku tak memiliki uang, namun engkau bisa memetik seluruh buahku lalu kau jual, sehingga kau nanti mempunyai uang,” kata pohon apel. Anak laki-laki itu sangat gembira lalu memetik seluruh buah apel dan membawanya pergi dengan bahagia. Pohon apel ikut berbahagia.

Anak laki-laki itu tidak pernah lagi mampir ke pohon apel, semenjak ia memetik buahnya. Pohon apel merasa sedih.

Pada suatu hari, anak laki-laki itu yang telah menjadi dewasa, kembali muncul menghampiri pohon apel. Pohon apel sangat bergembira dan berkata : “Mari bermainlah denganku !”

“Aku tak punya waktu untuk bermain ! Aku harus bekerja untuk menghidupi keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat berteduh, dapat engkau menolong kami ?” pinta lelaki itu.

“Maaf, aku tak punya rumah satupun. Tetapi engkau bisa menebang batang pohonku untuk membangun rumah,” saran pohon apel.

Kemudian laki-laki itu menebang seluruh dahan pohon apel dan mambawanya pergi dengan sukacita.

Pohon apel merasa bahagia melihat laki-laki itu, namun laki-laki itu tak pernah mengunjunginya lagi sejak itu.

Pada suatu musim yang amat panas, laki-laki itu kembali lagi. Pohon apel sangat gembira atas kedatangannya dan berkata :”Mari bermainlah bersamaku!”

“Aku telah beranjak tua. Aku ingin berlayar untuk bersantai. Dapatkah engkau memberiku perahu ?” kata laki-laki itu.

“Pakailah batang pohonku untuk membuat perahu. Engkau bisa berlayar jauh dan engkau akan berbahagia nantinya,” kata pohon apel.

Kemudian laki-laki itu memotong batang pohon apel untuk membuat perahu. Ia berlayar dengan perahu hasil batang pohon apel itu dan untuk waktu yang lama, ia tak nampak muncul lagi.

Pohon apel ikut merasa bahagia.

Akhirnya laki-laki itu kembali lagi setelah bertahun-tahun lamanya. “Maaf anakku, aku tak memiliki apa-apa lagi untuk bisa kuberikan kepadamu. Tak ada buah apel lagi untukmu….. ,” kata pohon apel. “Tidak masalah, aku sudah tak mempunyai gigi untuk menggigit….,” jawab lelaki itu yang telah menjadi tua.

“Engkau sudah tak memiliki batang untuk bisa dipanjat. Akupun telah terlalu tua untuk bisa memanjat,” kata laki-laki tua itu.

“Aku sungguh tak memiliki apapun untuk dapat kuberikan padamu….. sesuatu yang masih tersisa kini hanyalah batang akarku yang telah mati ini….,” kata pohon apel itu seraya menangis.
-
“Aku kini tak banyak kebutuhan, yang kuperlukan sekarang adalah tempat untuk beristirahat. Aku merasa lelah setelah menjalani hidup bertahun-tahun…” jawab lelaki tua itu.

“Baiklah. Akarku yang sudah mati ini adalah tempat yang nyaman untuk beristirahat. Mari duduklah bersamaku dan beristirahatlah,” kata pohon apel.


Anak lelaki yang kini sudah menjadi tua bangka itu kemudian duduk di atas akar pohon apel yang telah mati. Pohon apel merasa bahagia, tersenyum sambil menitikkan air mata ...
Setiap orang memiliki “pohon apel” di dalam kehidupannya. Dan pohon apel itu adalah : ORANG TUA kita !! Orang tua yang rela berkorban demi kebahagiaan anaknya

Cerita Inspirasi Kristen

 Refleksi Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu . Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih . "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu."Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya"

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang.... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.



Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang . "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal . Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.



Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.



Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel.. "Aku sedih ," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang.. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku

sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.



Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu..

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat ," kata pohon apel. "Sekarang , aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.

"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu.

Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.

"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah

sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar

pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari,

marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua kita .

Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.

Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

 

 

Kisah Bergambar

Cerita Inspirasi Kristen

 Nilai Hidup


Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith, mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.

Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi.

Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.

Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith.
"Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang.
"Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin
itu tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar."
Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.

"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli..

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.

Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!

"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira. Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani.
Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita.

Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.

Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?

Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?

Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.

Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka.
Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih banyak, mengenal orang lebih baik.

Mari kita melakukan sesuatu yang baru.

Mari kita membuat perbedaan!

Cerita Inspirasi Kristen

Kasih Dan Kesabaran

John dan Jessica telah berumah tangga selama 7 tahun..
Mereka saling mencintai, namun Jessica sejak awal menutupi semua perasaan cintanya terhadap John..Ia begitu takut apabila John mengetahui betapa ia mencintai pria itu, John lantas meninggalkannya sebagaimana kekasih-kekasihnya selama ini..Tapi tidak bagi John.

.Ia selalu menyatakan perasaan cintanya kepada Jessica dengan tulus dan begitu terbuka..Setiap saat ketika bersama Jessica, John selalu menunjukkan cintanya yang besar, seolah-olah itulah saat akhir John bersama Jessica..

Jessica selalu bersikap tidak menyenangkan terhadap John..Setiap saat dia selalu mencoba menguji seberapa besar cinta John terhadapnya.

Jessica selalu mencoba melakukan hal-hal yang keterlaluan dan diluar batas kepada John..Meski Jessica tahu betapa hal itu sungguh salah, namun melihat sikap John yang tetap berlaku baik padanya, membuat Jessica tetap bertahan untuk melihat seberapa besar kesungguhan cinta pria yg dinikahinya itu..

Hari pertama pernikahan mereka.. Jessica bangun siang..Dia tidak sempat menyiapkan sarapan untuk John ketika John hendak berangkat kerja..Namun John tetap tersenyum dan mengatakan, "Tidak apa-apa..Nanti aku bisa sarapan di kantor.."

Saat John pulang dari kantor, Jessica tidak sengaja memasak makanan yang tidak disukai John..Meski menyadari hal itu, Jessica tetap memaksakan agar suaminya mau makan makanan itu.

.John tetap tersenyum dan berkata, " Wah..sepertinya sudah saatnya aku belajar menghadapi tantangan..Masakanmu sepertinya tantangan yang hebat, sayang.

.Aku sudah tidak sabar untuk menyantapnya." Jessica terkejut, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam saat Jessica terlelap John memanjatkan doa, "Tuhan....Di pagi pertama pernikahan kami Jessica tidak membuatkanku sarapan. Padahal aku begitu ingin bercakap-cakap di meja makan bersamanya sambil membicarakan betapa indah hari ini, di hari pertama kami menjalani kehidupan baru sebagai suami istri.. Tapi tidak apa-apa, Tuhan..

Karena sepertinya Jessica kelelahan setelah resepsi pernikahan kami tadi malam..Bantulah kekasih hatiku ini, Tuhan agar dia boleh punya tenaga yang cukup untuk menghadapi hari baru bersamaku besok..Tuhan, Engkau tau betapa aku tidak bisa makan spaghetti karena pencernaanku yang tidak begitu baik..

Tapi sepertinya Jessica sudah bekerja keras untuk masak makanan itu..Mampukan aku untuk menghargai setiap apa yang dilakukan istriku kepadaku, Tuhan..Jangan biarkan aku menyakiti perasaannya meski itu tidak mengenakkan bagiku.."

Tahun kedua pernikahan mereka..John membangunkan Jessica pagi-pagi untuk berdoa bersama..Namun Jessica menolak dan lebih memilih melanjutkan tidurnya John tersenyum dan akhirnya berdoa seorang diri.

Sore hari sepulang kantor, John mengajak Jessica berjalan-jalan ke taman..Meski terpaksa, Jessica akhirnya mau juga ke tempat dimana dulu perasaannya begitu berbunga-bunga saat bersama John..

Tetapi Jessica menolak rangkulan John, dan berkata, "Jangan, John..Aku malu.."..John tersenyum dan berkata, "Ya, aku mengerti.." Jessica melihat kekecewaan dimata John, namun tidak melakukan apapun untuk menghilangkan kekecewaan itu..

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya.." Tuhan..Ampuni aku yang tidak bisa membawa istriku untuk lebih dekat padaMU pagi hari ini..Mungkin tidurnya kurang karena pikirannya yang sedang berat..Tapi aku yakin, Tuhan besok Jessica mau bersama-sama denganku bercakap-cakap kepadaMu..Tuhan, Engkau juga tahu kesedihanku saat Jessica meolak kurangkul ketika ke taman hari ini.

Tapi tidak apa-apa Dia sedang datang bulan, mungkin karena itu perasaannya juga jadi lebih sensitive Mampukan aku untuk melihat suasana hati istriku, Tuhan."

Tahun ketiga pernikahan mereka. Mereka kini mempunyai seorang putera bernama Mark. Jessica menjadi tidak pernah lagi meneruskan kebiasaannya membaca bersama John sebelum tidur. Jessica semakin sering menolak ciuman John..

Jessica memarahi John habis-habisan sore itu ketika John lupa mencuci tangan saat akan menggendong Mark ketika John pulang kerja..Jessica tahu betapa hal itu membuat John terpukul..Namun idealismenya terhadap mendidik Mark membuat Jessica mengabaikan perasaan John..Dan John tetap tersenyum..

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya.."Tuhan, Engkau tahu betapa sedih hatiku saat ini..Semenjak kelahiran Mark, aku kehilangan begitu banyak waktu bersama Jessica..Aku merindukan saat-saat kami membaca bersama sebelum tidur dan menciuminya sebelum ia tertidur..

Tapi tidak apa-apa..Dia begitu capek mengurusi Mark seharian saat aku bekerja di kantor..Hanya saja, biarkanlah dia tetap terus tertidur dalam pelukanku, Tuhan....Karena aku begitu mencintainya. Sore tadi Jessica memarahiku karena aku lupa mencuci tangan saat menggendong Mark, Tuhan.Aku begitu kangen pada anakku sehingga teledor melakukan sebagaimana yg diminta istriku..Engkau tahu betapa aku terluka akan kata-kata Jessica, Tuhan.Tapi tidak apa-apa..

Jessica mungkin hanya kuatir terhadap kesehatan anak kami Mark apabila aku langsung menggendongnya. .Kesehatan Mark lebih penting daripada harga diriku."

Tahun keempat pernikahan mereka.. Jessica tidak ingat memasak makanan kesukaan John di hari ulang tahunnya..Jessica terlalu sibuk belanja sehingga lupa bahwa John selalu minta dibuatkan Blackforest dengan taburan coklat dan ceri diatasnya setiap ulang tahunnya tiba..

Jessica juga lupa menyetrika kemeja John yang menyebabkan John terlambat ke kantor pagi itu karena John terpaksa menyetrika sendiri kemejanya..Jessica tau kesalahannya, namun tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu hal yang penting.

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya.."Tuhan, Untuk kali pertama Jessica lupa membuatkan Blackforest kesukaanku di hari ulang tahunku ini..Padahal aku sangat menyukai kue buatannya itu. Menikmati kue Blackforest buatannya membuatku bersyukur mempunyai istri yang pandai memasak sepertinya, dan merasakan cintanya padaku.. Namun tahun ini aku tidak mendapatinya. Tapi tidak apa-apa..mungkin lebih banyak hal-hal lain yang jauh lebih penting daripada sekedar Blackforest itu.

Paling tidak, aku masih mendapatkan senyuman dan ciuman darinya hari ini Ampuni aku, Tuhan apabila tadi pagi aku lupa tersenyum kepada Jessica..Aku terlalu sibuk menyetrika bajuku dan memikirkan pekerjaanku di kantor..Jessica sepertinya lupa untuk melakukan hal itu, meski aku sudah meminta tolong padanya tadi malam. Jangan biarkan aku melampiaskan emosiku karena dampratan atasanku akibat keterlambatanku hari ini kepada Jessica, Tuhan..

Jessica mungkin keliru menyetrika kemeja mana yang seharusnya kupakai hari ini.. Lagipula, sepatuku begitu mengkilap..Aku yakin Jessica sudah berusaha keras agar aku kelihatan menarik saat presentasiku tadi..Terima kasih untuk kebaikan istriku, Tuhan."

Tahun kelima pernikahan mereka. Jessica menampar dan menyalahkan John karena Mark sakit sepulang mereka berenang..John terlalu asyik bermain-main dengan Mark sehingga tidak menyadari betapa Mark sangat sensitive terhadap dinginnya air kolam renang, yang mengakibatkan Mark terpaksa dirawat dirumah sakit....

Jessica mengancam akan meninggalkan John apabila terjadi apa-apa dengan Mark..Jessica melihat genangan air mata di mata John, namun kekerasan hatinya lebih menguasainya ketimbang perasaan John.

Tetapi Malaikat tahu betapa saat itu John lantas menuju ke Kapel rumah sakit dan memanjatkan doanya sambil menangis.." Tuhan..Tadi Jessica menamparku karena kelalaianku menjaga Mark sehingga dia sakit..

 Belum pernah Jessica bersikap dan berkata sekasar itu padaku, Tuhan..Tapi tidak apa-apa..Jessica benar-benar kuatir terhadap anak kami sehingga ia bersikap demikian..

Tapi Tuhan, aku begitu terluka saat ia mengatakan akan meninggalkanku. Engkau tahu betapa ia adalah belahan jiwaku. Jangan biarkan hal itu terjadi, Tuhan..Mungkin dia begitu dikuasai kekuatiran sehingga melampiaskannya padaku..Tidak apa-apa, Tuhan..Tidak apa-apa.

Asal dia mendapat ketenangan, aku akan merasa bersyukur sekali.. Dan sembuhkanlah putera kami, Mark agar dia boleh kembali dapat ceria dan bermain-main bersama kami lagi, Tuhan.."

Tahun keenam pernikahan mereka.. Jessica semakin menjaga jarak dengan John setelah kehadiran Rebecca, puteri mereka..Jessica tidak pernah lagi menemani John makan malam karena menjaga puteri mereka yang baru berusia 5 bulan.

Cerita Inspirasi Kristen

Cerita Inspirasi Kristen

Kebangkitan Dibalik Kehilangan






Mungkin Anda pernah menonton America's Most Wanted, program televisi yang melakukan reka ulang kisah-kisah kejahatan dan memotivasi para pemirsanya untuk menolong pihak yang berwajib mencari dan menangkap para pelaku kejahatan, yang sering kali merupakan penjahat sadis. Pembawa acara program ini adalah John Wals.

Mungkin Anda mengira John Wals adalah seorang jurnalis atau aktor - seorang yang professional dalam dunia pertelevisian - tetapi sebenarnya tidak demikian. Ini adalah kisah yang dialami John Wals.

John awalnya memiliki usaha sendiri bersama tiga orang mitranya, mereka melakukan pembangunan berbagai hotel mewah. Tetapi suatu hari putra John diculik, tetapi karena tidak ada bukti tentang kejahatan tersebut, pihak berwenang lambat untuk menolong John dan istrinya dalam menemukan putra mereka. Mereka mencari selama enam belas hari, dan tragisnya anak laki-laki tersebut ditemukan dalam keadaan tewas.

Kehidupan John hancur sebagaimana keadaan hatinya karena kehilangan buah hati yang dikasihinya. Berat badannya turun drastis, rumahnya disita, bahkan bisnisnya hancur. Ia telah kehilangan semua harapan.

Hingga suatu hari John bertemu dengan Dr.Ronald Wright, seorang ahli koroner didaerahnya yang bertanya padanya, "Anda sedang berpikir tentang bunuh diri, bukan?"

"Untuk apa lagi saya harus hidup," jawab John. "Saya tidak mempunyai apa-apa. Anak saya satu-satunya telah dibunuh. Saya bahkan tidak bisa bicara dengan istri saya. Saya tidak mempunyai pekerjaan, rumah saya disita, seluruh hidup saya berakhir."

"Tidak, tidak demikian," jawab Dr.Ronald. "Anda fasih berbicara. Anda bisa menyusun sebuah kampanye terbesar untuk anak hilang dalam sejarah Florida. Pergilah dan berusahalah untuk mengubah segala sesuatu."

John berkata bahwa itu adalah nasihat terbaik yang ia pernah dapatkan dari siapapun. Itu memberikannya sebuah tujuan hidup. Dan tujuan hidup itu memberikannya lebih dari sebuah alasan untuk tidak bunuh diri. Itu memberinya kekuatan untuk melayani dan menolong orang lain. Pada tahun 1988, ia memulai acara America's Most Wanted yang masih terus berlanjut hingga saat ini. Acara itu telah berjasa atas penangkapan 1050 penjahat dan juga empat belas nama yang terdaftar dalam FBI's Most Wanted, dan juga menyelamatkan puluhan anak-anak yang hilang.

John menemukan tujuan hidupnya saat dia berada di lembah terdalam kehidupannya, dan dia berhasil bangkit dan bahkan menjadi berkat bagi banyak orang. Hal yang sama juga dapat Anda lakukan, ketika Anda menemukan tujuan hidup Anda, maka Anda akan mencapai potensi maksimal Anda.

Sumber: Talent Is Never Enought; John Maxwell;Immanuel Publishing

Minggu, 16 September 2012

PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI




PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI:

PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA.

KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA.

KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA.






Dongeng Rakyat Rusia

Mikhail Dan Keluarga Simon



Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan suami-istri Simon dan Matrena.

Simon yang miskin ini adalah seorang pembuat sepatu. Meskipun hidupnya tidaklah berkecukupan, Simon adalah seorang yang mensyukuri hidupnya yang pas-pasan. Masih banyak orang lain yang hidup lebih miskin daripada Simon.

Banyak orang-orang itu yang malah berhutang padanya. Kebanyakan berhutang ongkos pembuatan sepatu. Maklumlah, di Rusia sangat dingin sehingga kepemilikan sepatu dan mantel merupakan hal yang mutlak jika tidak mau mati kedinginan.

Suatu hari keluarga tersebut hendak membeli mantel baru karena mantel mereka sudah banyak yang berlubang-lubang. Uang simpanan mereka hanya 3 rubel (rubel = mata uang Rusia) padahal mantel baru yang paling murah harganya 5 rubel.

Kata Matrena pada suaminya, "Simon, tagihlah hutang orang-orang yang tempo hari kita buatkan sepatu. Siapa tahu mereka kini punya uang."

Maka Simon pun berangkat pergi menagih hutang. Tapi sungguh sial, tak satu pun yang membayar. Hanya ada seorang janda yang memberinya 20 kopek (kopek uang receh Rusia). Dengan sedih Simon pulang.

 "Batallah rencana kami mempunyai mantel baru", pikirnya. Di warung, Simon minum vodka untuk menghangatkan badannya yang kedinginan dengan uang 20 kopek tadi.

Dalam perjalanan pulang, Simon melewati gereja, dan saat itu ia melihat sesosok manusia yang sangat putih bersandar di dinding luar gereja. Orang itu tak berpakaian dan kelihatan sekali ia sangat kedinginan.

 Simon ketakutan, "Siapakah dia ? Setankah ? Ah, daripada terlibat macam-macam lebih baik aku pulang saja".

 Simon bergegas mempercepat langkahnya sambil sesekali mengawasi belakangnya, ia takut kalau orang itu tiba-tiba mengejarnya.
Namun ketika semakin jauh, suara hatinya berkata "HAI SIMON, TAK MALUKAH KAU ? KAU PUNYA MANTEL MESKIPUN SUDAH BERLUBANG-LUBANG, SEDANGKAN ORANG ITU TELANJANG. PANTASKAH ORANG MENINGGALKAN SESAMANYA BEGITU SAJA ?" Simon ragu, tapi akhirnya toh ia balik lagi ke tempat orang itu bersandar.

Ketika sudah dekat, dilihatnya orang itu ternyata pria yang wajahnya sungguh tampan. Kulitnya bersih seperti kulit bangsawan.

 Badannya terlihat lemas dan tidak berdaya, namun sorot matanya menyiratkan rasa terima kasih yang amat sangat ketika Simon memakaikan mantel terluarnya kepada orang itu dan memapahnya berdiri. Ia tidak bisa menjawab sepatah kata pun atas pertanyaan- pertanyaan Simon, sehingga Simon memutuskan untuk membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Matrena sudah menunggu. Ia marah sekali karena melihat Simon tidak membawa mantel baru, apalagi ketika dilihatnya Simon membawa seorang pria asing.

Dia nyerocos marah-marah, "Simon, siapa ini? Mana mantel barunya ? Astaga ! Kau bau vodka. Teganya kau mabuk menghabiskan uang yang seharusnya kaubelikan mantel !!"
Simon mencoba menyabarkan Matrena, "Sabar, Matrena.... dengar dulu penjelasanku. Aku tidak mabuk, aku hanya minum vodka sedikit untuk mengusir hawa dingin. Adapun orang ini kutemukan di luar gereja, ia kedinginan, jadi kuajak sekalian pulang". "Bohong !! Aku tak percaya.... sudahlah, pokoknya aku tak mau dengar ceritamu ! Malam ini aku tak akan menyiapkan makan malam.

Cari saja makan sendiri ! Sudah tahu kita ini miskin kok masih sok suci menolong orang segala !! Usir saja dia !!"
"Astaga, Matrena ! Jangan berkata begitu, seharusnya kita bersyukur karena kita masih bisa makan dan punya pakaian, sedangkan orang ini telanjang dan kelaparan. Tidakkah di hatimu ada sedikit cinta kasih Tuhan ??" Matrena menatap wajah pria asing itu, mendadak ia merasa iba.
Tanpa mengomel lagi disiapkannya makan malam sederhana berupa roti keras dan bir hangat.

"Silakan makan, hanya sebeginilah makanan yang ada. Siapa namamu dan darimana asalmu ? Bagaimana ceritanya kau bisa telanjang di luar gereja? Apakah seseorang telah merampokmu ?"
Tiba-tiba wajah pria asing itu bercahaya.

Mukanya berseri dan ia tersenyum untuk pertama kalinya.

"Namaku Mikhail, asalku dari jauh.
 Sayang sekali banyak yang tak dapat kuceritakan. Kelak akan tiba saatnya aku boleh menceritakan semua yang kalian ingin ketahui tentang aku. Aku akan sangat berterima kasih kalau kalian mau menerimaku bekerja di sini."
 
"Ah, Mikhail, usaha sepatuku ini cuma usaha kecil.

Aku takkan sanggup menggajimu", demikian Simon menjawab. "Tak apa, Simon. Kalau kau belum sanggup menggajiku, aku tak keberatan kerja tanpa gaji asalkan aku mendapat makan dan tempat untuk tidur."
"Baiklah kalau kau memang mau begitu. Besok kau mulai bekerja".

Malamnya pasangan suami-istri itu tak dapat tidur. Mereka bertanya-tanya. "Simon tidakkah kita keliru menerima orang itu ? Kita ini miskin. Bagaimana jika Mikhail itu ternyata buronan ? Kita bisa terlibat kesulitan", Matrena bertanya dengan gelisah pada Simon. Simon menjawab, "Sudahlah Matrena.

Percayalah pada penyelenggaraan Tuhan. Biarlah ia tinggal di sini.

Tingkah lakunya cukup baik. Kalau ternyata ia berperilaku tidak baik, segera kuusir dia".


Esoknya Mikhail mulai bekerja membantu Simon membuat dan memperbaiki sepatu. Di bengkelnya, Simon mengajari Mikhail memintal benang dan membuat pola serta menjahit kulit untuk sepatu. Sungguh aneh, baru tiga hari belajar, Mikhail sudah bisa membuat sepatu lebih baik dan rapi daripada Simon.


Lama kelamaan bengkel sepatu Simon mulai terkenal karena sepatu buatan Mikhail yang bagus. Banyak pesanan mengalir dari dari desa-desa yang penduduknya kaya. Usaha Simon menjadi maju. Ia tidak lagi miskin.

Keluarga itu sangat bersyukur karena mereka sadar, tanpa bantuan tangan terampil Mikhail, usaha mereka takkan semaju ini. Namun mereka juga terus bertanya- tanya dalam hati, siapa sebenarnya Mikhail ini. Anehnya, selama Mikhail tinggal bersama mereka, baru sekali saja ia tersenyum, yaitu dulu saat Matrena memberi Mikhail makan. Namun meski tanpa senyum, muka Mikhail selalu berseri sehingga orang tak takut melihat wajahnya.

Suatu hari datanglah seorang kaya bersama pelayannya. Orang itu tinggi besar, galak dan terlihat kejam. "Hai Simon, kudengar kau dan pembantumu pandai membuat sepatu. Aku minta dibuatkan sepatu yang harus tahan setahun mengahadapi cuaca dingin. Kalau sepatu itu rusak sebelum setahun, kuseret kau ke muka hakim untuk dipenjarakan !! Ini, kubawakan kulit terbaik untuk bahan sepatu. Awas, hati-hati; ini kulit yang sangat mahal!"

Di pojok ruangan, Mikhail yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba tersenyum. Mukanya bercahaya, persis seperti dulu ketika ia pertama kalinya tersenyum.

Orang kaya yang melihatnya membentak, "Hei, tukang sepatu, awas jangan mengejekku, ya !! Bukan hanya majikanmu yang kumasukkan penjara kalau sepatuku jebol sebelum setahun. Kau juga takkan lolos dariku !!"

Sebenarnya Simon enggan berurusan dengan orang ini. Ia baru saja hendak menolak pesanan itu ketika Mikhail memberi isyarat agar ia menerima pesanan itu. Setelah harga disepakati, orang itu pun pergi pulang. Simon berkata, "Mikhail, kau sajalah yang mengerjakan sepatu itu. Aku sudah mulai tua.

Mataku agak kurang awas untuk mengerjakan sepatu semahal ini. Biar aku mengerjakan pesanan lain saja. Kau berkonsentrasi menyelesaikan pesanan ini. Hati- hati, ya. Aku tak mau salah satu atau malah kita berdua masuk penjara."
Ketika Mikhail selesai mengerjakan sepatu itu, bukan main terkejutnya Simon.

"Astaga, Mikhail, kenapa kaubuat sepatu anak-anak ? Bukankah yang memesan itu orangnya tinggi besar ? Aduh, bagaimana ini ? Celaka, kita bisa masuk penjara karena....", belum selesai Simon berkata, datang si pelayan orang kaya. "Majikanku sudah meninggal. Pesanan dibatalkan. Jika masih ada sisa kulit, istri majikanku minta dibuatkan sepatu anak-anak saja". "Ini, sepatu anak-anak sudah kubuatkan.

Silakan bayar ongkosnya pada Simon", Mikhail menyerahkan sepatu buatannya pada pelayan itu. Pelayan itu terkejut, tapi ia diam saja meskipun heran darimana Mikhail tahu tentang pesanan sepatu anak-anak itu.

Tahun demi tahun berlalu, Mikhail tetap tidak pernah tersenyum kecuali pada dua kali peristiwa tadi. Meskipun penasaran, Simon dan Matrena tak pernah berani menyinggung-nyinggung soal asal usul Mikhail karena takut ia akan meninggalkan mereka.

Suatu hari datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembar yang salah satu kakinya pincang. Ia minta dibuatkan sepatu untuk kedua anak itu. Simon heran sebab Mikhail tampak sangat gelisah. Mukanya muram, padahal biasanya tidak pernah begitu.

Saat mereka hendak pulang, Matrena bertanya pada ibu itu, "Mengapa salah satu dari si kembar ini kakinya pincang ?" Ibu itu menjelaskan, "Sebenarnya mereka bukan anak kandungku.

Mereka kupungut ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkan mereka. Padahal belum lama ayah mereka juga meninggal. Kasihan, semalaman ibu mereka yang sudah meninggal itu tergeletak dan menindih salah satu kaki anak ini.

Itu sebabnya ia pincang. Aku sendiri tak punya anak, jadi kurawat mereka seperti anakku sendiri."
"Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya", Matrena berkata.
Mendengar itu, Mikhail tidak lagi gelisah.

Ia berseri-seri dan tersenyum untuk ketiga kalinya. Kali ini bukan wajahnya saja yang bercahaya, tapi seluruh tubuhnya.


Sesudah tamu-tamu tersebut pulang, ia membungkuk di depan Simon dan Matrena sambil berkata, "Maafkan semua kesalahan yang pernah kuperbuat, apalagi telah membuat gelisah dengan tidak mau menceritakan asal usulku. Aku dihukum Tuhan, tapi hari ini Tuhan telah mengampuni aku.

Sekarang aku mohon pamit."
Simon dan Matrena tentu saja heran dan terkejut, "Nanti dulu Mikhail, tolong jelaskan pada kami siapakah sebenarnya kau ini ? Mengapa selama di sini kau hanya tersenyum tiga kali, dan mengapa tubuhmu sekarang bercahaya ?" Mikhail menjawab sambil terus tersenyum,
"Sebenarnya aku adalah salah satu malaikat Tuhan. Bertahun-tahun yang lalu Tuhan menugaskan aku menjemput nyawa ibu kedua anak tadi.

 Aku sempat menolak perintah Tuhan itu meskipun toh akhirnya kuambil juga nyawa ibu mereka. Aku menganggapNya kejam. Belum lama mereka ditinggal ayahnya, sekarang ibunya harus meninggalkan mereka juga. Dalam perjalanan ke surga, Tuhan mengirim badai yang menghempaskanku ke bumi.

 Jiwa ibu bayi menghadap Tuhan sendiri.

Tuhan berkata padaku,

 'MIKHAIL, TURUNLAH KE BUMI DAN PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI:

PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA.

KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA.

KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA.

"Aku jatuh di halaman gereja, kedinginan dan kelaparan. Simon menemukan dan membawaku pulang. Waktu Matrena marah-marah dan hendak mengusir aku, kulihat maut di belakangnya. Seandainya ia jadi mengusirku, ia pasti mati malam itu. Tapi Simon berkata, 'Tidakkah di hatimu ada sedikit cinta kasih Tuhan??' Matrena jatuh iba dan memberi aku makan.

Saat itulah aku tahu kebenaran pertama:

YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ADALAH CINTA KASIH TUHAN"

"Kemudian ada orang kaya yang memesan sepatu yang tahan satu tahun sambil marah-marah. Aku melihat maut di belakangnya.

Ia tidak tahu ajalnya sudah dekat. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Saat itulah aku tahu kebenaran kedua:  

MANUSIA TIDAK DIIJINKAN MENGETAHUI MASA DEPANNYA. MASA DEPAN MANUSIA ADA DI TANGAN TUHAN"

"Hari ini datang ibu angkat bersama kedua anak kembar tadi.

 Ibu kandung si kembar itulah yang diperintahkan Tuhan untuk kucabut nyawanya. Aku menyangsikan apakah si kembar dapat hidup tanpa ayah ibunya padahal mereka masih bayi. Tapi ternyata ada seorang ibu lain yang mau merawat dan mengasihi mereka seperti anak kandung sendiri.

Tadi Matrena berkata, 'Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya'.
Aku tersenyum untuk ketiga kalinya dan kali ini tubuhku bercahaya.

 Aku tahu kebenaran yang ketiga:

MANUSIA DAPAT HIDUP TANPA AYAH DAN IBUNYA TAPI MANUSIA TIDAK AKAN DAPAT HIDUP TANPA TUHANNYA. 

Simon, Matrena, terima kasih atas kebaikan kalian berdua. Aku telah mengetahui ketiga kebenaran itu, Tuhan telah mengampuniku.

Kini aku harus kembali. Semoga kasih Tuhan senantiasa menyertai kalian sepanjang hidup."


Seiring dengan itu, tubuh Mikhail terangkat dan tubuhnya makin bercahaya. Mikhail kembali ke surga.



Rabu, 12 September 2012

Semuanya Indah

 

Semuanya Indah 

 


 

Bu Sally segera bangun ketika melihat dokter bedah keluar dari kamar operasi. Dia bertanya dengan penuh harapan: Bagaimana anakku? Apakah dia dapat disembuhkan? Kapan saya boleh menemuinya? Dokter bedah menjawab, "Saya sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sayangnya anak ibu tidak tertolong".

Bu Sally bertanya dengan hati remuk, "Mengapa anakku yang tidak berdosa bisa terkena kanker? Apa Tuhan sudah tidak peduli lagi? Dimana Engkau Tuhan ketika anak laki-lakiku membutuhkan-Mu?
Dokter bedah bertanya, "Apa ibu ingin bersama dengan anak ibu untuk beberapa waktu? Perawat akan keluar untuk beberapa menit sebelum jenazahnya dibawa ke Universitas?". Bu Sally ingin agar perawat tinggal bersamanya saat dia akan mengucapkan selamat jalan kepada anak lelakinya. Dengan penuh kasih, dia mengusap rambut anaknya yang hitam itu.

"Apa ibu ingin menyimpan sedikit rambutnya sebagai kenangan?" perawat itu bertanya. Bu Sally mengangguk. Perawat memotong sedikit rambut dan menaruhnya di dalam kantung plastik untuk disimpan.

Ibu Sally berkata, "Andi anakku ingin mendonorkan tubuhnya untuk diteliti di Universitas. Dia mengatakan, mungkin dengan cara ini dia dapat menolong orang lain yang memerlukannya. Awalnya saya tidak memperbolehkannya, tetapi Andi menjawab: Ma, saya kan tidak membutuhkan tubuh ini setelah mati nanti. Mungkin tubuhku dapat  membantu anak lain untuk bisa hidup lebih lama dengan ibunya."

Bu Sally terus bercerita, "Anakku itu memiliki hati emas. Andi selalu memikirkan orang lain. Selalu ingin membantu orang lain selama dia bisa melakukannya."

Bu Sally meninggalkan Rumah Sakit setelah menghabiskan waktunya selama enam bulan di sana untuk merawat Andi. Dia membawa kantung yang berisi barang-barang anaknya. Perjalanan pulang sungguh sulit baginya. Lebih sulit lagi ketika dia memasuki rumah yang terasa kosong. Barang-barang Andi ditaruhnya bersama kantung plastik yang berisi segenggam rambut itu di dalam kamar anak lelakinya. Dia meletakkan mainan dan barang-barang milik pribadi Andi, anaknya, ditempat Andi biasa menyimpan barang-barang itu. Kemudian dibaringkan dirinya di tempat tidur. Dengan membenamkan wajahnya pada bantal, dia menangis hingga tertidur.

Disekitar tengah malam, Bu Sally terjaga. Di samping bantalnya terdapat surat yang terlipat. Surat itu berbunyi :


Mama tercinta,
Saya tahu mama akan kehilangan saya; tetapi saya akan selalu mengingatmu ma dan tidak akan berhenti mencintaimu walaupun saya sudah tidak bisa mengatakan Aku sayang mama.

Saya selalu mencintaimu bahkan semakin hari akan semakin sayang padamu ma. Sampai suatu saat kita akan bertemu lagi. Sebelum saat itu tiba, jika mama mau mengadopsi anak lelaki agar tidak kesepian, bagiku tidak apa-apa ma.


Dia boleh tidur di kamarku dan bermain dengan mainanku. Tetapi jika mama memungut anak perempuan, mungkin dia tidak melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kami, anak lelaki.
Mama harus membelikannya boneka dan barang-barang yang diperlukan oleh anak perempuan. Jangan sedih karena memikirkan aku ma. Tempat aku berada sekarang begitu indah. Kakek dan nenek sudah menemuiku begitu aku sampai di sana dan mereka menunjukkan tempat-tempat yang indah. Tapi perlu waktu lama untuk melihat segalanya di sana.


Malaikat itu sangat pendiam dan tampak dingin. Tapi saya senang melihatnya terbang. Dan apa mama tahu apa yang kulihat? Yesus tidak terlihat seperti gambar-gambar yang dilukis manusia. Tapi, ketika aku melihat-Nya, aku yakin Dia adalah Yesus. Yesus sendiri mengajakku menemui Allah Bapa! Tebak ma apa yang terjadi? Aku boleh duduk di pangkuan Bapa dan berbicara dengan-Nya seolah-olah  aku ini orang yang sangat penting.
Aku menceritakan kepada Bapa bahwa aku ingin menulis surat kepada mama untuk mengucapkan selamat tinggal dan kata-kataku yang lain. Namun aku sadar bahwa hal ini pasti tidak diperbolehkan-Nya. Tapi mama tahu, Allah sendiri memberikan sehelai kertas dan pensil-Nya untuk menulis surat ini kepada mama.
Saya pikir malaikat Gabriel akan mengirimkan surat ini kepadamu ma. Allah mengatakan akan menjawab pertanyaan mama ketika mama bertanya Di mana Allah pada saat aku membutuhkan-Nya?  Allah mengatakan Dia berada bersama diriku seperti halnya ketika putera-Nya Yesus disalib.
Dia ada di sana ma, dan dia selalu berada bersama semua anak. Ngomong-ngomong, tidak ada orang yang dapat membaca apa yang aku tulis selain mama sendiri. Bagi orang lain, surat ini hanya merupakan sehelai kertas kosong. Luar biasa kan ma? Sekarang saya harus mengembalikan pensil Bapa yang aku pinjam.
Bapa memerlukan pensil ini untuk menuliskan nama-nama dalam Buku Kehidupan. Malam ini aku akan makan bersama dengan Yesus dalam perjamuan-Nya. Aku yakin makanannya akan lezat sekali.

Oh, aku hampir lupa memberitahukanmu ma. Aku sudah tidak kesakitan lagi. Penyakit kanker itu sudah hilang. Aku senang karena aku tidak tahan merasakan sakit itu dan Bapa juga tidak tahan melihat aku kesakitan.

Itulah sebabnya mengapa Dia mengirim Malaikat Pembebas untuk menjemputku. Malaikat itu mengatakan bahwa diriku merupakan kiriman istimewa! Bagaimana ma?

Salam kasih dari Allah Bapa, Yesus dan aku.


Wallpaper Christiani


  Wallpaper Christiani

Wallpaper Christiani